Pages

Thursday, May 28, 2015

Hubungan Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Spiritual

Sumber

Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).  Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat ia hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya. Selain itu juga berhubungan dengan kondisi seseorang yang berkaitan dengan penyesuaian diri yang aktif dalam menghadapi dan mengatasi masalah dengan mempertahankan stabilitas diri, juga ketika berhadapan dengan kondisi baru, serta memiliki penilaian nyata baik tentang kehidupan maupun keadaan diri sendiri.

Penyesuaiaan diri berhubungan dengan cara-cara yang dipilih individu untuk mengolah rangsangan, ajakan dan dorongan yang datang dari dalam maupun luar diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh pribadi yang sehat mental adalah penyesuaian diri yang aktif dalam pengertian bahwa individu berperan aktif dalam pemilihan cara-cara pengolahan rangsang itu. Individu tidak seperti binatang atau tumbuhan hanya reaktif terhadap lingkungan. Dengan kata lain individu memiliki otonomi dalam menanggapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.


Kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.

Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dari pada yang lain.

Kecerdasan spiritual menurut Khalil A Khavari di definisikan sebagai fakultas dimensi non-material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekat yang besar, menggunakannya  menuju kearifan, dan untuk mencapai  kebahagiaan yang abadi.

Kecerdasan spiritual tidak mesti berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual  merupakan kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara utuh yang tidak bergantung pada budaya atau nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri.
Sumber

Kecerdasan spiritual mengacu pada keterampilan, kemampuan dan perilaku yang diperlukan untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan dengan sumber utama dari semua yaitu Tuhan Yang Maha Esa, keberhasilan dalam menemukan makna hidup, menemukan cara moral dan etika untuk membimbing kita dalam hidup, mengeksternalisasi perasaan kita akan makna dan nilai-nilai dalam kehidupan pribadi kita dan dalam hubungan interpersonal kita. 

Ada yang beranggapan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan tertinggi dari kecerdasan lain seperti kecerdasan intelektual dan kecerdasan emsoional. Hal ini dikarenakan ketika orang sudah memiliki kecerdasan spiritual, orang itu mampu memaknai kehidupan sehingga dapat hidup dengan penuh kebijaksanaan.

Kecerdasan spiritual dapat dilihat pada aktivitas sehari-hari, seperti bagaimana cara bertindak, memaknai hidup dan menjadi orang yang lebih bijaksana dalam segala hal. Memiliki kecerdasan spiritual berarti memiliki kemampuan untuk bersikap fleksibel, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu mengambil pelajaran dari setiap kejadian dalam hidupnya sehingga mampu menjadi orang yang bijaksana dalam hidup serta menjadikan keterhubungan atau keserasian nada ritem dalam diri antara alam luar yang rasional dan sadar dengan pusat diri yang irasional, imanen, yang penuh dengan nilai-nilai kehidupan, dimana keharmonisan keduanya dinamakan kesehatan mental.

Kecerdasan Spiritual sangat berkaitan dengan hati nurani dan kesehatan jiwa. Bila kita mempunyai kecerdasan spiritual yang baik maka dalam diri kita akan menimbulkan suatu dampak keluar yang  mempengaruhi bagaimana kita menyesuaikan diri kita terhadap lingkungan kita (kesehatan mental). Spritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian,kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang baik akan sesuai antara hati, kata dan perbuatannya, selaras antara apa yang ada dalam hatinya, ucapan  dan perbuatannya.

Orang yang cerdas emosi dan spiritual akan enak diajak bergaul, karena mereka telah terbebas dari su’udzon (buruk sangka, hasad, iri atau dengki) dan takabur (menyombongkan diri). Orang-orang inilah yang memiliki potensi untuk meraih sukses di dunia sekaligus sukses menikmati kehidupan surgawi di akhirat nanti.
Sebaliknya ketika kita tidak mempunyai kecerdasan spiritual yang baik maka kesehatan mental kita juga akan terganggu. Seperti terhambatnya perkembangan secara fisik dan mental serta kurangnya berprilaku sesuai norma-norma yang sudah di tetapkan.




Dewi, Kartika Sari. (2012). Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang.
Semium, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius.
Basuki, A.M Heru. 2008. Psikologi Umum : Seri Diktat Kuliah. Universitas Gunadarma.
Referensi, diakses pada 28 Mei 2015.
Referensi, diakses pada 28 Mei 2015.
Referensi, diakses pada 28 Mei 2015.


Wednesday, May 27, 2015

Fenomena Stres Pada Wanita


Sumber 


Setiap orang pasti pernah mengalami perasaan tertekan atau mengalami ketegangan yang dalam bahasa populernya dikenal dengan istilah stres. Dalam ilmu psikologi, stres merupakan tekanan atau tuntutan pada organisme untuk beradaptasi atau menyelaraskan diri dengan lingkungan sehingga memiliki efek fisik dan psikis serta dapat membuat perasaan positif atau negatif. Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia, maksudnya manusia tidak akan pernah luput dari pengalaman merasakan ketegangan dalam hidupnya. Hal ini dapat dialami oleh wanita maupun pria. Tetapi, wanita lebih cepat stres dan berubah mood (suasana hati) daripada pria. Perempuan memang memiliki tingkat depresi, gangguan stress dan masalah kecemasan yang lebih tinggi dari pada laki-laki.

Menurut Georgia Witkin dalam bukunya The Female Stress Syndrome (1991), wanita memiliki penyebab stres yang unik, Witkin telah meneliti dalam waktu yang panjang. Menurutnya stres pada wanita sifatnya berbeda dengan ungkapan stres pada pria. Stres pada wanita sifatnya lebih lama dibandingkan pria dan stres itu sendiri diluar kendali mereka. Kedua faktor inilah menyebabkan stres berbahaya untuk kesehatan fisik dan psikologis. 

Stres harus dijauhkan dari kehidupan, untuk dapat menghindarinya maka setiap individu harus mampu mengenali penyebabnya. Beberapa penyebab stres yaitu:

  • Perasaan cemas mengenai hasil yang akan dicapai. 
Perasaan cemas mengenai hasil yang dicapai akan menimbulkan stres. Sebagai contoh, jika seorang dosen terlalu banyak beban pekerjaan di kantor dan pekerjaan itu harus selesai dalam waktu yang bersamaan, kondisi seperti itu jelas akan menimbulkan stres. Oleh karena dosen juga manusia yang penuh dengan berbagai keterbatasan, maka diperlukan seorang pemimpin yang bijak dalam pembagian tugas kepada bawahannya agar tidak banyak menimbulkan stress. 

  • Aktivitas yang tidak seimbang. 
Aktifitas yang tidak seimbang dapat sebagai pemicu munculnya stres, terutama aktifitas yang berlebihan, sehingga individu tidak memiliki waktu yang cukup untuk merecovery dirinya. Selain itu, kedekatan dengan keluarga atau orang yang dicintai akan berkurang akibat dari padatnya kegiatan yang dilakukan. Berbagi cerita (sharing) dengan orang-orang yang dicintai atau dengan keluarga merupakan sarana untuk berkeluh kesah yang dapat mengurangi beban kepenatan psikologis. Untuk itu, perlu jalinan hubungan komunikasi yang harmonis dalam rumah tangga agar terhindar dari potensi terserang oleh stres. 

  • Tekanan dari diri sendiri. 
Tekanan dari diri sendiri dapat menimbulkan stres, terutama bagi individu yang selalu ingin tampil sempurna (perfectionist). Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya akan mendorong individu itu untuk menyempurnakannya, sementara pekerjaan yang diembannya cukup banyak sehingga menyita waktu yang banyak pula. Oleh karena itu, tipe orang yang perfectionist memiliki potensi yang lebih besar untuk mudah terserang stress dalam hidupnya. 

  • Berada pada suatu kondisi ketidakpastian. 
Kondisi ketidakpastian juga akan menimbulkan stres, sebab ketidakpastian membuat individu menjadi tidak menentu. Sebagai contoh, seorang pria yang mendekati seorang gadis, di mana masih dalam taraf penjajakan dan belum ada tanda lampu hijau, maka si pria tersebut pada dasarnya sedang dalam kondisi stress yang disebabkan oleh perasaannya apakah berhasil atau gagal pendekatan yang dilakukan. Kondisi seperti itu akan menimbulkan stres meskipun dalam taraf yang masih ringan. 

  • Perasaan bersalah terhadap sesuatu. 
Individu yang selalu merasa bersalah dapat mengakibatkan muncul stress karena apa saja yang dikerjakan tidak pernah benar. 

  • Jiwa yang dahaga secara emosional. 
Jiwa yang dahaga secara spiritual juga dapat menyebabkan stres. Individu yang tidak mengenal dan tidak dekat dengan Tuhan pendiriannya labil dan mudah goyah. Individu yang menyalahkan Tuhan merupakan indikasi dari tidak dekatnya kepada Tuhan. 

  • Kondisi sosial ekonomi. 
Kondisi sosial ekonomi juga dapat menimbulkan stres. Orang mengalami stres akibat kondisi ekonomi yang serba kekurangan. Apalagi sebelumnya individu tersebut pernah memiliki status sosial ekonomi yang mapan, tetapi tiba-tiba terkena PHK akibatnya potensi munculnya stres akan lebih dominan. Oleh karena itu, rejeki, nasib, dan jodoh sudah di atur oleh Tuhan, manusia seharusnya tidak melampaui wewenang Tuhan. Manusia yang demikian itu adalah manusia yang arogan dan yang dapat memicu munculnya stres. Sifat sabar, tawakal dan menerima apa adanya dapat membantu mengurangi terjadinya stres.


Gejala-gejala stres


Stres pada dasarnya bisa memberikan pelajaran yang positif jika dikelola dengan baik, sehingga Anda bisa menjadi tambah waspada terhadap segala sesuatu. Namun sebaliknya, bila tidak bisa mengelolanya stres akan menjadi berkepanjangan yang justru berdampak buruk menjadi sesuatu negatif bagi kesehatan wanita. Stres bisa menjadi pemicu segala penyakit yang mengganggu kesehatan wanita.

Stres berkepanjangan mengakibatkan menjadi pelupa atau pikun merupakan hasil dari penelitian yang dimuat dalam Jurnal Progress in Neuro-Psychopharmacology and Biological Psychiatry pada tahun 2010 yang menyebutkan, bahwa dampak buruk dari stres yang bersifat kronis ialah menurunkan salah satu fungsi daya ingat, yaitu ingatan spasial. Ingatan spasial adalah ingatan yang dapat mengingatkan lokasi dan menghubungkan fungsi benda-benda yang ada di sekitar. Selain itu, terdapat hubungan antara hormon yang menyebabkan stres (kortisol) dengan kemampuan daya ingat manusia dan khususnya daya ingat jangka pendek. Hormone kortisol, seperti disebutkan dalam Journal of Neuroscience, merupakan hormon yang dapat menghubungkan syaraf-syaraf sinaps, sehingga membantu dalam menyimpan dan mengingat informasi yang ada.

Pada umumnya, individu yang mengalami ketegangan akan mengalami kesulitan dalam memanajemen kehidupannya, sebab stres akan memunculkan kecemasan (anxiety) dan sistem syaraf menjadi kurang terkendali. Pusat syaraf otak akan mengaktifkan saraf simpatis, sehingga mendorong sekresi hormon adrenalin dan kortisol yang akhirnya akan memobilisir hormon-hormon lainnya. Individu yang berada dalam kondisi stres, kondisi fisiologisnya akan mendorong pelepasan gula dari hati dan pemecahan lemak tubuh, dan bertambahnya kandungan lemak dalam darah (Waitz, Stromme, Railo, 1983:2). Kondisi tersebut akan mengakibatkan tekanan darah meningkat dan darah lebih banyak dialihkan dari sistem pencernaan ke dalam otot-otot, sehingga produksi asam lambung meningkat dan perut terasa kembung serta mual. Oleh karena itu, stres yang berkepanjangan akan berdampak pada depresi yang selanjutnya juga berdampak pada fungsi fisiologis manusia, di antaranya gagal ginjal dan stroke. Pada dasarnya, penyakit disfungsi secara fisiologis itu diakibatkan oleh terganggunya kondisi psikologis seseorang. Sebagai contoh, perilaku agresif dan defensif individu dapat disebabkan oleh akumulasi stress yang tidak mampu dikenali dan dieliminir oleh individu. Selain itu, kondisi sosial ekonomi individu yang serba kekurangan dan lingkungan hidup (seperti di desa dan di kota besar) juga berpotensi melahirkan stres. Hal itulah salah satu faktor yang memunculkan berbagai kejahatan di kota-kota besar. Sebagai dampak dari kondisi masyarakat atau individu yang stres mudah memunculkan bentuk perilaku agresif karena berbagai faktor kesenjangan kondisi dan status masyarakat yang mencolok. Pada sisi lain, perilaku generasi muda di kota kota besar yang mengarungi hidup dengan mengkonsumsi miras dan narkoba merupakan bentuk defensif dari kondisi stres yang menimpa dirinya. Secara garis besar dampak stres dapat menimpa pada kondisi fisik dan kondisi psikologis individu. 


Contoh kasus:

Karena Stress, Ibu Gantung Diri


Seorang ibu rumah tangga di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, nekad gatung diri di pintu kamar rumahnya. Wanita ini diduga mengalami tekanan mental yang berat, sehingga nekad mengambil jalan pintas mengakhiri hidupnya.

Tubuh Rusniati, ibu rumah tangga yang tinggal di Komplek Perumahan Mantuyo Permata, Banjarmasin, pertama kali ditemukan pukul 12.00 WIB, oleh salah seorang anaknya tergantung dengan seutas tali di pintu kamar rumahnya.

Rusniati diduga nekad mengambil jalan pintas mengakhiri hidupnya karena mengalami stress dan tekanan batin. Menurut penuturan salah seorang kerabatnya, Rusmiati sempat menulis sepucuk surat yang ditujukan kepada keempat anaknya.

Dalam suratnya, ibu berusia 49 tahun ini, meminta agar keempat anaknya selalu hidup rukun dan damai. Eka Sugianto, salah seorang anak korban mengaku terpukul melihat ibunya harus mengakhiri hidup dengan cara yang sangat tragis. Sedangkan suami Rusmiati pada saat kejadian, tidak berada di rumah dan sedang bekerja disalah satu perusahaan tambang batu bara.

Sumber


Analisis:

Stres berhubungan dengan dengan situasi lingkungan yang dipersepsikan sebagai suatu tekanan yang melampaui kemampuan dan keadaan diri seseorang untuk mengatasinya. Stres dapat dialami oleh siapa saja, bahkan bayi yang ada didalam kandungan-pun dapat mengalami stres. Seperti yang terjadi pada kasus diatas. Seorang ibu tewas bunuh diri karena stres. Jika ditinjau lebih mendalam diduga banyak faktor yang menjadi penyebab "R" melakukan aksi bunuh diri. Salah satu yang disebutkan pada kasus diatas yaitu pelaku mengalami tekanan bathin. Penyebab munculnya tekanan bathin dikarenakan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan individu, namun keinginan itu tidak tercapai. Individu tersebut tidak dapat melepaskan keinginannya tadi, yang akhirnya menimbulkan pertentangan yang hebat di dalam bathin. Akibatnya batin menjadi gelisah, kalut, marah, gusar, dan sebagainya.

Salah satu pemicunya adalah adanya hubungan yang kurang harmonis dalam keluarga. Dilihat dari sepucuk surat yang ditinggalkan, pelaku memberi pesan kepada keempat anaknya untuk hidup damai dan rukun. Ini menyiratkan bahwa terdapat ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga. Ada banyak faktor yang menyebabkan suatu hubungan menjadi tidak harmonis.

Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kasus diatas. Dimana kita harus bisa melakukan manajemen stres yang tepat agar dapat menghindari tindakan konyol sampai mengakhiri hidup dengan gantung diri. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan stres yang jika dibiarkan akan membahayakan diri sendiri. Hal yang paling mudah dilakukan yaitu dengan selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan positive thinking.


Sumber:


Referensi 1, diakses pada 22 Mei 2015

Referensi 2, diakses pada 22 Mei 2005

Referensi 3, diakses pada 22 Mei 2015


Sukadiyanto. 2010. "Stress dan Cara menguranginya". Cakrawala Pendidikan. Th XXIX, Nomor 1, http://eprints.uny.ac.id/3706/1/06Sukadiyanto.pdf

Ispriyanti, Nova Dwi. 2012. "Analisis Tingkat Stress Wanita Karir Dalam Peran Gandanya Dengan Regresi Logistik Ordinal". Media Statistika. Volume 5, Nomor 1, Juni 2012 : 37-47.

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Basuki, A.M Heru. 2008. Psikologi Umum ; Seri Diktat Kuliah. Universitas Gunadarma.

Papalia, Diane E. Experience Human Development ; Twelfth Edition. Mc Graw Hill

Friday, March 27, 2015

Kesehatan Mental

Sumber

A. Definisi Kesehatan Mental

Menurut Pieper dan Uden (2006), Kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

Sedangkan menurut Karl Menninger, individu yang sehat mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan oranglain, serta memiliki sikap hidup yang bahagia.

Saat ini, individu yang sehat mental dapat dapat didefinisikan dalam dua sisi, secara negatif dengan absennya gangguan mental dan secara positif yaitu ketika hadirnya karakteristik individu sehat mental. Adapun karakteristik individu sehat mental mengacu pada kondisi atau sifat-sifat positif, seperti: kesejahteraan psikologis (psychological well-being) yang positif, karakter yang kuat serta sifat-sifat baik/ kebajikan (virtues) (Lowenthal, 2006).

Federasi Kesehatan Mental Dunia (World Federation for Mental Health) merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai berikut. (1) Kesehatan mental sebagai kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain. (2) Sebuah masyarakat yang baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan ini pada anggota masyarakatnya selain pada saat yang sama menjamin dirinya berkembang dan toleran terhadap masyarakat yang lain. Dalam konteks Federasi Kesehatan Mental Dunia ini jelas bahwa kesehatan mental itu tidak cukup dalam pandangan individual belaka tetapi sekaligus mendapatkan dukungan dari masyarakatnya untuk berkembang secara optimal.


B. Sejarah Kesehatan Mental

Gerakan Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat barat. Adapun tahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
  1. Tahap Derminologi (Sebelum Abad Pertengahan)Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita. 
  2. Tahap Pengenalan Medis (4 abad SM – abad ke-6 M)
    Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari aliran yang meyakini adanya roh jahat. 
  3. Tahap Sakit Mental dan Revolusi Kesehatan Mental
    Mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan. Tokoh-tokoh lain yang mendukung adalah:

    ·      William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien asylum
    ·    Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika
    ·     Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama
    ·    Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara
    ·    Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yangmendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.

  4. Tahap Pengenalan Faktor Psikologis (Abad ke-20)
    Merupakan Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
  5. Tahap Multifaktorial 
    Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
    Ø  pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental
    Ø penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental
    Ø    mengadakan riset terkait
    Ø    mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental
Sumber


C. Konsep Sehat

Konsep kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani untuk menjelaskan kesehatan spiritual dan kesehatan psikologi.
Sedangkan untuk kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah Tibb al-Qalb . Ia pun sangat terkenal dengan teori yang dicetuskannya tentang kesehatan jiwa yang berhubungan dengan tubuh. Menurut dia, gangguan atau penyakit pikiran sangat berhubungan dengan kesehatan badan. Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan penyakit kejiwaan, tutur al-Balkhi.
Dalam kehidupan manusia mempunyai sebuah kesehatan dimana seseorang merasa baik dengan fisik dan mentalnya lebih tepatnya. Sehat yaitu suatu kondisi yang bebas dari berbagai jenis penyakit baik secara fisik, mental, maupun social.
Konsep Sehat adalah keadaan normal yang sesuai dengan standar yang diterima berdasarkan kriteria tertentu, sesuai jenis kelamin dan komunitas masyarakat sekitarnya. Dari konsep sehat tersebut, konsep sehat terdiri dalam 5 dimensi yaitu :

Dimensi Emosi : Dimensi dimana manusia dalam keadaan sehat dan dalam keadaan mampu mengatur emosi nya sendiri. Manusia dapat memperlihatkan emosinya seperti marah, senang, gelisah, ataupun sedih. Seseorang yang mengekspresikan kesedihannya, akan terlihat dari raut wajahnya dikarenakan emosi yang timbul dalam diri manusia itu sendiri adalah perasaan atau cermin dari sesuatu yang dirasakannnya. 

Dimensi Intelektual: Dalam keadaan sehat yakni dalam keadaan mampu menerima, menyerap segala macam pembelajaran atau pendidikan yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung. Seseorang yang mempunyai intelektual tinggi dapat mengingat dengan baik informasi yang ada disekelilingnya.

Dimensi Sosial : Adanya tindak kedekatan dengan orang-orang disekelilingnya dengan cara beradaptasi dan menjalin komunikasi dan hubungan yang baik dengan sesama ataupun dengan lingkungan sekitarnya. 

Dimensi Fisik dan Mental : Keadaan fisik dan mental adalah keadaan yang dapat di rasakan oleh seseorang dalam sadar ataupun tidak sadar yang menyangkut fisik dan mental seseorang tersebut. Ada kalanya seseorang harus sadar tentang kesehatan dirinya sendiri untuk menjaga dirinya dari penyakit yang dapat menyerang fisik ataupun yang timbul dari gangguan mental.

Dimensi Spiritual : Manusia dalam menjalani hidupnya pun harus terarah dengan konsep agama yang ada dalam dirinya dan manusia dituntun untuk memenuhi ajaran agama agar menuntun rohaninya untuk melakukan hal baik dan sehat.

D. Perbedaan Konsep Kesehatan Mental Barat  dan Timur

Model Barat

1. Model Biomedis (Fruend, 1991)
Dipengaruhi oleh filosofi Yunani (Plato&Aristoteles). Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Ditambah dengan perkembangan biologi, penyakit dan kesehatan semata-mata dihubungkan dengan tubuh saja. Semboyan: “Men Sana In Corpore Sano”.
Memiliki 5 asumsi: (Freund, 1991)

  • Terdapat perbedaan nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada satu bagian tubuh tertentu.
  • Penyakit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh.
  • Penyakit disebabkan oleh suatu penyebab khusus yang secara potensial dapat diidentifikasi.
  • Tubuh seperti sebuah mesin.
  • Tubuh adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol.

2. Model Psikiatris (Helman, 1990)
Penggunaan berbagai model untuk menjelaskan penyebab gangguan mental.
Model organik: menekankan pada perubahan fisik dan biokimia di otak.
Model psikodinamik: berfokus pada faktor perkembangan dan pengalaman.
Model behavioral: psikosis terjadi karena kemungkinan-kemungkinan lingkungan.
Model sosial: menekankan gangguan dalam konteks performansnya.

3. Model Psikosomatis (Tamm, 1993)
Muncul karena ketidakpuasan dengan model biomedis. Dipelopori oleh Helen Flanders Dunbar (1930-an). Tidak ada penyakit fisik tanpa disebabkan oleh anteseden emosional dan sosial. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom somatik. Penyakit berkembang melalui saling terkait secara berkesinambungan antara faktor fisik dan mental yang saling memperkuat satu sama lain melalui jaringan yang kompleks.

Model Timur

Bersifat lebih holistik (Joesoef, 1990).

1. Holistik sempit
Organisme manusia dilihat sebagai suatu sistem kehidupan yang semua komponennya saling terkait dan saling tergantung.

2. Holistik luas
Sistem tersebut merupakan suatu bagian integral dari sistem-sistem  yang lebih luas, dimana orginasme individual berinteraksi terus menerus dengan lingkungan fisik dan sosialnya, yaitu tetap terpengaruh oleh lingkungan tapi juga bias mempengaruhi dan mengubah lingkungan.




Referensi:
Dewi, Kartika Sari. (2012). Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang.
Adityawarman, Indra. 1978. Jurnal Dakwah dan Komunikasi : Sejarah Perkembangan Gerakan Kesehatan Mental. 4 (1). 1-4. 
Whitbourne, Halgin. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika