Sumber |
A. Definisi Kesehatan Mental
Menurut
Pieper dan Uden (2006), Kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang
tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi
yang relistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau
kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki
kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
Sedangkan
menurut Karl Menninger, individu yang sehat mentalnya adalah mereka yang
memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku
dengan menenggang perasaan oranglain, serta memiliki sikap hidup yang bahagia.
Saat ini,
individu yang sehat mental dapat dapat didefinisikan dalam dua sisi, secara negatif dengan absennya gangguan mental dan secara positif yaitu ketika hadirnya
karakteristik individu sehat mental. Adapun karakteristik individu sehat mental
mengacu pada kondisi atau sifat-sifat positif, seperti: kesejahteraan
psikologis (psychological well-being) yang positif, karakter yang kuat
serta sifat-sifat baik/ kebajikan (virtues) (Lowenthal, 2006).
Federasi
Kesehatan Mental Dunia (World Federation for Mental Health) merumuskan
pengertian kesehatan mental sebagai berikut. (1) Kesehatan mental sebagai
kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik,
intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain.
(2) Sebuah masyarakat yang baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan
ini pada anggota masyarakatnya selain pada saat yang sama menjamin dirinya
berkembang dan toleran terhadap masyarakat yang lain. Dalam konteks Federasi
Kesehatan Mental Dunia ini jelas bahwa kesehatan mental itu tidak cukup dalam
pandangan individual belaka tetapi sekaligus mendapatkan dukungan dari
masyarakatnya untuk berkembang secara optimal.
B.
Sejarah Kesehatan Mental
Gerakan
Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat
mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat
barat. Adapun tahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
-
Tahap Derminologi (Sebelum Abad Pertengahan)Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
- Tahap Pengenalan Medis (4 abad SM – abad ke-6 M)Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari aliran yang meyakini adanya roh jahat.
- Tahap Sakit Mental dan Revolusi Kesehatan MentalMulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam: pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan. Tokoh-tokoh lain yang mendukung adalah:· William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien asylum· Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika· Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama· Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara· Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yangmendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.
- Tahap Pengenalan Faktor Psikologis (Abad ke-20)Merupakan Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
- Tahap MultifaktorialMulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:Ø pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mentalØ penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mentalØ mengadakan riset terkaitØ mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental
Sumber |
C.
Konsep Sehat
Konsep
kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia
kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu
Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus
(Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit
antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani untuk
menjelaskan kesehatan spiritual dan kesehatan psikologi.
Sedangkan
untuk kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah Tibb al-Qalb . Ia pun
sangat terkenal dengan teori yang dicetuskannya tentang kesehatan jiwa yang
berhubungan dengan tubuh. Menurut dia, gangguan atau penyakit pikiran sangat
berhubungan dengan kesehatan badan. Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan
bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan penyakit kejiwaan, tutur
al-Balkhi.
Dalam
kehidupan manusia mempunyai sebuah kesehatan dimana seseorang merasa baik
dengan fisik dan mentalnya lebih tepatnya. Sehat yaitu suatu kondisi yang bebas
dari berbagai jenis penyakit baik secara fisik, mental, maupun social.
Konsep Sehat adalah keadaan normal yang sesuai
dengan standar yang diterima berdasarkan kriteria tertentu, sesuai jenis
kelamin dan komunitas masyarakat sekitarnya. Dari konsep sehat tersebut, konsep
sehat terdiri dalam 5 dimensi yaitu :
Dimensi Emosi : Dimensi dimana manusia dalam keadaan sehat dan dalam keadaan mampu mengatur emosi nya sendiri. Manusia dapat memperlihatkan emosinya seperti marah, senang, gelisah, ataupun sedih. Seseorang yang mengekspresikan kesedihannya, akan terlihat dari raut wajahnya dikarenakan emosi yang timbul dalam diri manusia itu sendiri adalah perasaan atau cermin dari sesuatu yang dirasakannnya.
Dimensi Intelektual: Dalam keadaan sehat yakni dalam keadaan mampu menerima, menyerap segala macam pembelajaran atau pendidikan yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung. Seseorang yang mempunyai intelektual tinggi dapat mengingat dengan baik informasi yang ada disekelilingnya.
Dimensi Sosial : Adanya tindak kedekatan dengan orang-orang disekelilingnya dengan cara beradaptasi dan menjalin komunikasi dan hubungan yang baik dengan sesama ataupun dengan lingkungan sekitarnya.
Dimensi Fisik dan Mental : Keadaan fisik dan mental adalah keadaan yang dapat di rasakan oleh seseorang dalam sadar ataupun tidak sadar yang menyangkut fisik dan mental seseorang tersebut. Ada kalanya seseorang harus sadar tentang kesehatan dirinya sendiri untuk menjaga dirinya dari penyakit yang dapat menyerang fisik ataupun yang timbul dari gangguan mental.
Dimensi Spiritual : Manusia dalam menjalani hidupnya pun harus terarah dengan konsep agama yang ada dalam dirinya dan manusia dituntun untuk memenuhi ajaran agama agar menuntun rohaninya untuk melakukan hal baik dan sehat.
D. Perbedaan Konsep Kesehatan Mental Barat dan Timur
Model Barat
1.
Model Biomedis (Fruend, 1991)
Dipengaruhi oleh filosofi Yunani
(Plato&Aristoteles). Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Ditambah dengan
perkembangan biologi, penyakit dan kesehatan semata-mata dihubungkan dengan
tubuh saja. Semboyan: “Men Sana In Corpore Sano”.
Memiliki 5 asumsi: (Freund, 1991)
- Terdapat perbedaan nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada satu bagian tubuh tertentu.
- Penyakit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh.
- Penyakit disebabkan oleh suatu penyebab khusus yang secara potensial dapat diidentifikasi.
- Tubuh seperti sebuah mesin.
- Tubuh adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol.
2. Model Psikiatris
(Helman, 1990)
Penggunaan berbagai model untuk menjelaskan
penyebab gangguan mental.
Model organik: menekankan pada perubahan
fisik dan biokimia di otak.
Model psikodinamik: berfokus pada faktor
perkembangan dan pengalaman.
Model behavioral: psikosis terjadi karena kemungkinan-kemungkinan
lingkungan.
Model sosial: menekankan gangguan dalam
konteks performansnya.
3. Model
Psikosomatis (Tamm, 1993)
Muncul karena ketidakpuasan dengan model
biomedis. Dipelopori oleh Helen Flanders Dunbar (1930-an). Tidak ada penyakit
fisik tanpa disebabkan oleh anteseden emosional dan sosial. Sebaliknya tidak
ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom somatik. Penyakit
berkembang melalui saling terkait secara berkesinambungan antara faktor fisik
dan mental yang saling memperkuat satu sama lain melalui jaringan yang
kompleks.
Model Timur
Bersifat lebih holistik (Joesoef, 1990).
1. Holistik sempit
Organisme manusia dilihat sebagai suatu
sistem kehidupan yang semua komponennya saling terkait dan saling tergantung.
2. Holistik
luas
Sistem
tersebut merupakan suatu bagian integral dari sistem-sistem yang lebih luas, dimana orginasme individual
berinteraksi terus menerus dengan lingkungan fisik dan sosialnya, yaitu tetap
terpengaruh oleh lingkungan tapi juga bias mempengaruhi dan mengubah
lingkungan.
Referensi:
Dewi, Kartika Sari. (2012). Kesehatan
Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang.
Adityawarman, Indra. 1978. Jurnal
Dakwah dan Komunikasi : Sejarah Perkembangan Gerakan Kesehatan Mental. 4
(1). 1-4.
Whitbourne, Halgin. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika