Pages

Sunday, November 20, 2011

Resensi Film Valley of The Wolves : Palestine


Judul Asli                     : Kurtlar Vadisi Filistin.
Rilis                              : 28 Januari 2011
Sutradara                     : Zübeyr Şaşmaz.
Penulis Naskah           : Bahadir Ozdener.
Perusahaan Produksi : Pana Film.

            Sebuah film kontroversial Turki yang diangkat dari kisah nyata untuk mengeksplorasi kebijakan Israel terhadap Palestina telah dirilis di bioskop-bioskop di seluruh Turki.
           
            Kapal MV Mavi Marmara menjadi terkenal ketika kapal yang mengangkut bantuan kemanusiaan untuk Palestina ini diserang pasukan Israel pada Mei 2010 silam. Tujuannya tak lain agar bantuan yang sudah dikumpulkan tidak bisa sampai untuk rakyat Palestina. Tragedi penyerangan kapal MV Mavi Marmara, merupakan bagian dari gerakan “Gaza Freedom Flotilla” yang menyebabkan kemarahan dunia. Padahal keenam kapal yang diorganinasi oleh gerakan Free Gaza Movement dan The Turkish Foundation for Human Rights and Freedoms and Humanitarian Relief (IHH) dari awal sudah menyatakan bahwa hanya membawa bantuan kemanusiaan untuk penduduk Palestina, yang telah diblokade begitu lama dari dunia luar oleh zionis Israel, sehingga tidak bisa mendapat bantuan sama sekali dari dunia luar. Jangankan berhasil mengantarkan misi kemanusiaan, keenam kapal yang gagal menembus blokade laut Israel di Gaza ini malah dipaksa kembali ke Turki. Sedangkan MV Mavi Marmara yang berisi 8 orang berkebangsaan Turki dan seorang Turki Amerika, menjadi bulan-bulanan senjata pasukan Israel.
            Berangkat dari kejadian yang sempat  menggegerkan dunia, Zübeyr Şaşmaz, sang sutradara, kini mengangkatnya ke layar kaca dan dikemas dengan judul Valley of the Wolves : Palestine. Dalam film yang rilis 28 Januari 2011 ini, mengisahkan tentang sekelompok pasukan komando Turki yang dipimpin oleh Polat Alemdar (diperankan oleh Necati Sasmaz) berhasil menyusup ke wilayah Israel, untuk memburu seseorang yang amat bertanggungjawab atas tragedi penyerbuan Flotilla, Mose Ben Eliyezer (Erdal Besikçioglu).           Film ini dibuka dengan adegan pembunuhan di atas kapal Marmara Mavi yang menyoroti pada popularitas daerah Turki. Instruksi Polat adalah: balas kematian sembilan warga Turki di atas MV Mavi Marmara dan penderitaan semua orang Palestina. Film ini diyakini akan menyulut kembali kemarahan dunia dan mempertegang hubungan antara Turki dan Israel. Apalagi Israel tidak menganggap remeh keberadaan film ini. Valley of the Wolves merupakan sebuah film berseri yang tayang mingguan di layar kaca Turki sejak tahun 2003. Pada dasarnya, Valley of the Wolves menceritakan perjalanan Polat, seorang mata-mata yang ditugasi untuk melakukan beberapa misi yang mustahil. Polat bahkan disejajarkan dengan James Bond yang juga menerima banyak misi mustahil namun tetap bisa terselesaikan. Sebagai James Bondnya Turki, sosok Polat cukup mengena di hati masyarakat. Bahkan gaya Polat menjadi style tersendiri bagi remaja di Turki.
 “The Valley of the Wolves: Palestine” masuk dalam jajaran film termahal di Turki dengan menelan biaya produksi sebesar 20 juta dollar. Dan mengambil lokasi syuting di Adana dan Tarsus, melibatkan lebih dari 400 orang kru.

We’re calling out to people’s conscience. All we want is freedom for innocent and tormented Palestinian people living in inhumane conditions in the world’s biggest prison” Begitulah pendapat yang dikemukakan Bahadır Özdener, sang penulis skenario.

            Sebelum mengetengahkan nasib rakyat Palestina yang dipenjara di tanahnya sendiri, Bahadır Özdener, selaku sang penulis skenario, juga pernah mengusik perihal perang Irak yang tidak berkesudahan dalam Valley of the Wolves : Iraq.
Dalam film The Valley of the Wolves: Palestine, Ozdener mengatakan bahwa dirinya ingin membuka mata dunia dan menceritakan sejarah, mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Palestina. Dia menyebut konflik Palestina sebagai sebuah contoh sempurna dari target-target kaum penjajah. Turki telah sejak lama menjadi anggota NATO, sekutu tradisional Amerika Serikat, dan menjalin hubungan dengan Israel sejak pertengahan tahun 1990-an. Turki menganut paham sekuler, namun mayoritas penduduk negara tersebut adalah Muslim.

"Sederhananya, film itu mengisahkan mengenai Turki yang mendapatkan serangan kekuatan asing, pertama dari AS, kemudian dari Israel."
"Cerita yang diangkat dalam tayangan ini adalah kisah alternatif dari peristiwa yang sebenarnya terjadi," tambah Orhan Tekelioglu, seorang cendekiawan yang menulis mengenai film tersebut dalam kolomnya di surat kabar Radikal.

            Valley of the Wolves: Palestine dibuat beberapa saat setelah seri Valley of the Wolves memicu kecaman di Israel. Pada bulan Januari lalu, sehubungan dengan penayangan sebuah episode serial televisi populer tersebut, yang mengisahkan agen-agen Israel menculik seorang anak Turki, Deputi Menteri Luar Negeri Israel, Danny Ayalon, memanggil duta besar Turki. Pertemuan Ayalon dan duta besar Turki berbuntut panjang karena Ayalon menolak menjabat tangan Ahmet Oguz Cellikol, sang duta besar Turki, dan mendudukkan Cellikol di kursi yang lebih rendah di hadapan kamera televisi. Turki marah besar dengan tindakan tersebut, dan kini, hubungan Israel dan Turki bertambah tegang dengan film tersebut, yang akan menceritakan sepak terjang Polat Alemdar di Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem.

"Kami tidak bisa menanggapi sesuatu yang belum kami saksikan," kata Tal Gat, deputi konsulat jenderal Israel di Istanbul.
            Liga Anti Penistaan (Anti-Defamation League – ADL), sebuah kelompok Yahudi yang berbasis di AS dan menentang anti-Semitisme, mengatakan bahwa film tersebut berseberangan dengan tradisi Ottoman (Turki) yang menjunjung toleransi beragama.
"Dalam sejarahnya, Turki tidak "tercemar" dengan anti-Semitisme," kata Abraham Foxman, direktur nasional ADL. "Tapi ironisnya, saat ini Turki menyebarkan anti-Semitisme melalui media massa."
            Tayangan Valley of the Wolves, yang dibuat oleh perusahaan produksi Pana Film, meraup sukses luar biasa di Turki. Alin Tasciyan, kritikus film Turki, yakin bahwa Valley of the Wolves, yang mengusung gaya Hollywood, dapat menyampaikan pesan yang amat berbeda. Dia menyebut film ini sebagai film yang "anti-Amerika, namun dengan gaya yang sangat Amerika." 



Sources : dari berbagai sumber

2 comments:

Anonymous said...

itu kan ada quote langsung dr pembuat film nya yaks... klo bisa di sebutkan sumbernya.
contoh :

"Kami tidak bisa menanggapi sesuatu yang belum kami saksikan," kata Tal Gat, deputi konsulat jenderal Israel di Istanbul, seperti yang dilansir...(nama medianya)

Upee said...

iyaaa sist..
tapi berhubung udah lama dikerjain, lupa apa nama webnyaa

thank's koreksinya ^^

Post a Comment